Sabtu, 13 September 2008

PETUALANGAN

MENAKLUKKAN GUNUNG SINABUNG
Oleh Jariston Habeahan
Bilamana ada pertanyaan siapa yang sudah pernah dengar Gunung Sinabung?. Barangkali sangat banyak yang sudah pernah mendengarnya. Tapi orang yang sudah pernah menaklukannya. Rasanya belum banyak. Artinya tak sebanyak orang yang pernak mendengarnya. Orang mendengar, belum tentu dapat membayangkan bagaimana panorama keindahan alam di gunung sinabung. Apalagi merasakan pahit getirnya untuk melakukan pendakian ke gunung Sinabung, yang akhirnya setelah sampai dipuncak akan banyak mengagumi bahwa ciptaan Tuhan itu begitu indah..
Awalnya adalah mendengar bagaimana indahnya gunung Sinabung, akhirnya perencanaan berobah jadi tindak lanjut untuk pendakian bahkan sampai evaluasi, oleh anggota GMKI FKM USU. Keinginan yang kuat untuk menaklukan gunung Sinabung terkabul dengan segala usaha di kerahkan oleh pengurus Komisariat untuk melengkapi segala kebutuhan di sana. Dan seiring waktu berjalan petualangan pun terlaksana pada hari minggu pagi pukul 11.00 WIB dari Medan.
Awal perjalanan menuju Berastagi, ada parasaaan bertanya-tanya karena disambut cuaca yang tidak bersahabat (hujan turun). Namun kegelisahan hanya bertahan sementara karena sesampai di berastagi dan kaki gunung Sinabung (perkemahan Lau Kawar), langit tampak bersih tanpa awan dan kabut. Sehingga saat kami memasang tenda dan sebagian mempersiapkan makan malam, sehingga kami bekerja dengan penuh semangat. Alangkah bahagianya saat itu.
Sesaat kemudian kami mengadakan kebaktian singkat di Lau kawar yang berlangsung dengan hening dan tenang, apalagi pembicara kami (Sabar Siahaan berceloteh dengan Indah. Rasanya kata-kata yang Beliau keluarkan sangat Menyejukkan hati kami, karena Tema dalam kebaktian “Pilihanku tanggung jawabku” rasanya, sangat cocok dengan kondisi saat itu. Karena bilamana misalnya telah kami memilih untuk Naik gunung, otomatis kami mempunyai Tanggung jawab yang besar untuk memenuhi kebutuhan disana dan bertanggung jawab dengan segala resiko yang terjadi. Tapi syukur memang, apa yang tidak kami inginkan tidak terjadi disana. Misalnya kecelakaan atau apa segala macam. Dan seiring kebaktian berlangsung, tak terasa malam menyambut kami langit telah “tersenyum” dengan Ribuan bintang-bintang bersinar dengan indah dan cemerlang.
Setelah itu, menunggu waktu menunggu keberangkatan Kami berangkat malam,sebagian dari kami, mengambil kesibukan mempersiapkan makan malam dan sebagian lagi menghibur dengan melantunkan lagu-lagu dengan iringan tawa dan lelucon yang lucu membuat kami bahagia dan begitu senangnya saat itu.
Sebelum keberangkatan, kami melakukan persiapan melalui breving singkat dan mendengarkan anjuran(intruksi) oleh Gait(pemandu perjalanan naik gunung) untuk kiranya dalam perjalanan tidak ada yang “macam-macam” demi keselamatan kami dalam petualangan alam. Dalam breving juga, kami menentukan siapa yang tinggal diperkemahan dan siapa yang ikut untuk naik puncak Gunung sinabung. Saat itu yang ikut, B’Sabar siagian (BPC cabang Medan), B’Tolopan, B’Leo, Monang, Dahlia, Bunga, Leni, Jariston, Richi, Niel, Gibeon, Enike, Uli (simpatisan), Charles Gultom (Rekan Petualang dari Jakarta).
Dan yang tinggal diperkemahan B’Masrudi, B’ veri, Rita, disamping menjaga barang-barang dan tenda, mereka juga bersedia akan mempersiapkan makanan dan minuman setelah kepulangan kami nantinya, sehingga dalam perjalanan kami tidak perlu Risau lagi. Dan kami tahu itu tercapai melalui kerja sama yang baik tentunya.
Tepatnya jam 01.00 WIB pagi hari, kami berangkat dari kaki Gunung (lau Kawar) menuju puncak gunung Sinabung dengan membawa perlengkapan dan juga logistik dalam perjalanan. Dan kami berharap semua yang ikut berangkat dari kaki gunung bisa sama-sama sampai dipuncak gunung. Namun secara tak terduga dalam perjalanan, setelah melewati ladang petani setempat, Gibeon terluka karena sabetan kawat Duri yang akhirnya tak bisa mengikuti pendakian selanjutnya. Dan setelah dipertimbangkan untuk kembali pulang ke perkemahan tak bisa hanya sendirian sehingga didampingi salah satu diantara kami dan saat itu orang yang bersedia saat itu adalah B’ Tolop dan Monang, yang selanjutnya mereka bertiga tak ikut untuk mendaki Gunung.
Hampir semua kami yang naik gunung masih perdana (pendakian pertama ke Gunung sinabung), sehingga kami tak pernah membayangkan bagaimana proses pendakian hingga kepuncak. karena jalan setapak yang kami jalani sangat menantang dan membuat jantung sering berdebar tak terelakkan dan didikuti dengan kaki yang gemetar secara otomatis, dan disambut lagi jalan berdakian yang dibentangi akar-akar dan pohon yang tumbang membuat perjalanan kami begitu menantang tapi seru. Dan gelapnya malam membuat tak bisa melihat ke samping kiri kanan jalan yang ada jurang dan terjalnya jalan.Karena sekiranya kami bisa melihat dengan jelas, kemungkinan besar kami akan semakin takut untuk melanjutkan perjalanan.
Dalam perjalanan kami sering dihinggapi oleh rasa bosan, capek pegal dan leting namun dengan semangat yang berapi-api kami singkirkan segalanya itu. Sesekali ada diantara kami yang terbentur dengan pohon dan juga akar-akar yang terbentang di jalan.
Salah satu keunikan kami saat naik gunung adalah ciri khas saling bertolong-tolongan menanggung beban. Saat itu memang momen yang pass untuk hal itu. Karena sekiranya kami bertindak egois sudah pasti perjalanan sebagian orang menuju kepuncak makin cepat namun orang yang lemah mungkin akan ketinggalan ditengah perjalanan. Namun oleh karena rasa Empati yang masih tinggi, perjuangan untuk pendakian adalah perjuangan bersama dan saling memapah. Sehingga setibanya dipuncak rasa bahagia yang terhingga saat itu terlihat dengan jelas. Ada yang saling berpelukan, ada juga yang berteriak dengan sekuat tenaga dan berekspresi melalui Foto-foto yang dilatari oleh alam yang yang menakjubkan. Tiada yang lebih indah memang selain daripada menaklukkan Puncak Sinabung saat itu. Semua sampai diatas dan semua pula bahagia dengan luar biasa.
Setelah puas dengan kondisi diatas saat itu, kami turun dengan perlahan kebawah. Saat kami menuruni jalan yang kami naiki Sebelumnya, seolah-olah kami tak percaya kami telah melaluinya, karena saat terang jalan sangat jelas tampak terjalnya begitu menakutkan. Dan ternyata lebih enteng naik keatas daripada menuruni jalan tersebut. Namun dengan penuh kehati-hatian kamipun bisa tiba dibawah dengan selamat tanpa ada kecelakaan yang membahayakan. Meskipun sesekali kami tergelincir namun itu tidak begitu mempengaruhi kami saat perjalanan pulang.
Singkat cerita, Sesampainya dibawah, apa yang kami harapkan sudah ada dibawah (perkemahan). Yaitu makanan telah tersedia dan kami siap untuk kami santap. Sehingga saat itu menambah kebahagian kami yang sudah berhasil menaklukkan puncak Gunung sinabung. Dan kami sangat berterimakasih pada rekan-rekan kami yang tinggal dibawah karena mengerti keadaan kami yang begitu lapar dan haus sekaligus juga capeknya minta ampun. Khususnya Rita yang belum berhasil menaklukkan Gunung sinabung saat itu, namun Dia selalu bekerja tulus untuk menyediakan santapan makanan kami. Dengan momen naik Gunung ini. akan menjadi kenangan manis dan sekaligus perjuangan hidup ini untuk lebih optimis, sebagaimana kita menapaki jalan demi jalan menuju kepuncak yang terkadang kita sinis dan pesimis namun kita masih terus berjuang untuk menjalaninya. Semoga.!

Tidak ada komentar: