Jumat, 12 September 2008

Generasi Muda dan Hiburan

Generasi Muda dan Hiburan
Oleh Jariston Habeahan *)


“Segala sesuatu akan siap jika jika pikiran kita juga siap” kata Henry V dalam bukunya paul Corrigan Shakespears On Management.
Ditengah zaman yang serba cangih dan praktis menarik jika ditelaah lebih dalam tentang bagaimana kondisi kehidupan generasi muda saat ini, yang nantinya akan menjadi generasi yang diharapkan dimasa akan datang.
Antara generasi muda dan generasi tua hanya dipisahkan oleh waktu yang didalamnya ada proses. Artinya semua generasi muda pasti melewati proses hingga menjadi tua pada suatu saat. Oleh karena itu, proses yang baik maka akan menghasilkan generasi penerus yang baik pula. Dimana proses baik yang dijalani bertujuan untuk mendidik generasi muda yang siap memegang kehidupan yang layak dimasa yang akan datang. Yaitu menjadi generasi muda yang siap bersaing didunia kerja sesuai dengan disiplin ilmu masing-masing dan peran sangat beragam baik dalam skala nasional maupun internasional..

Tehnologi kawan atau lawan ?
Kita sebagai generasi muda cenderung terpaku pada peroses belajar formal yang ada disekolah dan mengesampingkan peroses belajar nonformal diluar sekolah/ perkuliahan. Sehingga aktivitas diluar sekolah/perkuliahan cenderung untuk berleha-leha yang mengikuti budaya hedonisme (bersenang-senang) yang seringkali lupa akan waktu. Kecenderungan yang demikian akan membawa kemandekan (degradasi) baik dalam hal pikiran (intelektual) dan moral, apalagi dalam hal tindakan. Hal ini terlihat melalui kehadiran tehnologi sebagai agen pemudah dalam segala aktivitas khususnya dalam hiburan. Tentunya mengundang tanya, apakah kemajuan tehnologi saat ini menjadi lawan atau menjadi kawan? Pada dasarnya tehnologi diciptakan untuk menjadi kawan sehingga diperoleh kemudahan demi kesejahteraan umat manusia. Begitu juga dengan tehnologi hiburan maka akan membantu manusia dalam akses hiburan. Namun dengan kemudahan saat ini, perlu pemahaman yang mendalam sehingga dengan posisi tehnologi sebagai kemudahan maka manusia seharusnya mampu mengontrol sehingga tehonologi tetap berperan sebagai hakikatnya. Jika tidak, maka posisi tehnologi khususnya tehnologi hiburan saat ini bisa berperan sebagai lawan. Dikatakan lawan bukan berarti harus diberangus, namun arti sebenarnya adalah perlu adanya pengontrolan dan managemen waktu untuk mempergunakannya. Seperti halnya, saat ini begitu maraknya tayangan televisi yang memberikan sugesti kepada anak-anak untuk menirukan adegan yang ada pada tontonan televisi tersebut. Mulai dari adegan kekerasan, gaya hidup, etika tutur kata maupun cara berpikir yang semakin praktis dan pragmatis. Bukan hanya itu, termasuk dengan banyaknya tehnologi hiburan lainya berupa permainan elektronik seperti play station (PS) yang cenderung menghabiskan waktu anak-anak untuk untuk bermain-main, sehingga sering kali melupakan kegiatan yang jauh lebih berharga lainnya sebagai proses pengembangan diri anak-anak. Sebab dengan kebiasaan yang demikian, kecenderungan akan menggeser kebiasaan anak-anak untuk membaca buku pelajaran sekolah termasuk juga pengembangan diri anak-anak baik minat maupun bakat.
Disinilah dibutuhkan peran keluarga dalam mendidik anak sebagai pengendalian sekaligus memanegemen aktivitas anak dalam keseharian. Sebab proses yang dijalani anak-anak saat ini akan akan sangat berharga jika memperoleh arahan dan pengembangan diri yang tepat untuk masa yang akan datang. Dan sebaliknya jika salah-salah dalam menjalani proses akan menjadi generasi yang bermasalah nantinya.
Dampak buruk yang demikian sebenarnya tidak hanya berlaku atau tertuju pada anak-anak, tetapi termasuk juga remaja dan mahasiswa yang perlu disoroti sebagai generasi muda. Hanya saja pada remaja dan mahasiswa pada umumnya harus lebih mampu mengatur diri sendiri (mandiri), dimana peran keluarga semakin kecil sehingga dibutuhkan pengendalian dan managemen waktu yang lebih disiplin. Dengan demikian pengalokasian waktu untuk setiap kegiatan dalam keseharian tidak ada yang tumpang tindih dan berlebihan. Seperti halnya kebiasaan menonton televisi, seringkali mendapat alokasi wakti yang tinggi, karena disebabkan banyaknya tontonan yang ditayangkan di televisi dan selalu berganti dari waktu-kewaktu.
Menurut Chen M (2005) perlu adanya pedoman untuk mengendalikan acara-acara yang ada di televisi. Beliau mengibaratkan menonton televisi seperti makan sehingga dapat diatur diet sehat acara televisi untuk kita. Pertama, kegiatan menonton televisi dapat dijadikan sebagai pilihan bukan kebiasaan. Kedua, menentukan acara televisi yang berisi pengetahuan dan pendidikan. Dengan demikian tontonan yang tidak berbobot dapat dihindari atau tidak ditonton. Ketiga, konsumsi acara televisi dikendalikan sehingga paling banyak hanya dua jam perhari. Dengan program diet televisi ini berarti generasi muda seperti anak-anak termasuk juga remaja dan mahasiswa harus mengurangi jumlah total konsumsi kalori TV mereka karena tiga sampai empat jam sehari sudah terlalu banyak dan dapat membuat mereka terasing dari kegiatan, hobi atau minat-minat lain yang berharga.
Jika tips ini ditujukan untuk tontonan televisi, hal ini juga pada umumnya berlaku untuk jenis hiburan lainnya, yang diposisikan sebagai hiburan dengan melihat manfaat bagi diri sendiri yang bukan menjadi pilihan utama dalam keseharian, sehingga aktivitas berharga lainnya tidak terlewati begitu saja. Seperti tersebut diatas, aktivitas berharga sebagai generasi muda tentunya tidak terlepas dari belajar dan belajar. Pada umumnya belajar sangat efesien dan efektif jika dilakukan dengan membaca dan menulis. Jika membaca dan menulis bagi anak-anak adalah hal yang wajib. Namun membaca dan menulis bagi kalangan remaja dan mahasiswa mempunyai makna yang luas dan dalam sebab bukan hanya dalam artian secara harafiah namun lebih tepat diartikan sebagai proses penelusuran literatu; disiplin ilmu baik dalam penelitian maupun pengembangan wawasan sebagai generasi muda yang terdidik.

Generasi pembaca sebagai generasi terdidik
Disaat buku menjadi jendela dunia, maka kebiasaan membaca harus dijadikan pilihan utama untuk bisa bersaing dalam memudahkan transfer ilmu pengetahuan dan teknologi dan penelusuran literatur untuk penelitian serta penyempurnaan ilmu pengetahuan yang sudah ada untuk membantu dalam hal pemecahan masalah yang dalam kehidupan keseharian.
Menurut Zaluchu F (2006) salah satu penyebab keterlambatan dan ketertinggalan Indonesia dalam riset dan tehonologi adalah minimnya investasi dalam menodorong kebiasaan membaca. Sehingga untuk memperbaiki sumber daya manusia saat ini, generasi muda harus memaksakan diri untuk membaca yang seterusnya akan menjadi kebiasaan yang sangat baik untuk membangun moral dan analisis intelektual sebagai generasi muda.
Jika moral dan intelektual sudah baik maka persaingan dalam kehidupan generasi muda sudah tertanam dengan baik sehingga pembodohan dan pemiskinan akan semakin berkurang. konkretnya pengangguran akan semakin berkurang. Begitu pula dengan nepotisme, korupsi dan cara praktis lainnya yang merugikan orang lain akan semakin tabu untuk dilakukan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan demikian orang miskin dan orang bodoh diharapkan berubah menjadi orang-orang yang tercerahkan dan dilayakkan dalam kehidupannya.
Perubahan bangsa ini untuk menjalani proses yang panjang untuk berkomitmen dan berkompeten sebagai generasi muda akan siap jika dalam pikiran kita juga sudah siap untuk meneruskan hal-hal luhur yang selama ini mulai terkikis dari peran kita sebagai generasi penerus. Jika demikian halnya, kita tidak lagi terjerembab oleh nikmatnya trend masa kini, yang cenderung hanya membawa kesenangan sementara dan tidak membawa manfaat yang jelas sebagai investasi ilmu pengtahuan dimasa yang akan datang sehingga sebelum kita siap dalam tindakan baiklah kita siap terlebih dahulu dalam pikiran. Semoga!

*)Penulis adalah mahasiswa semester akhir Fakultas Kesehatan Masayarakat Universitas Sumatera Utara dan pernah menjabat sebagai ketua GMKI Komisariat FKM USU masa bakti 2007-2008

Tidak ada komentar: