Kamis, 09 Oktober 2008

Nama : Jariston Habeahan

Tempat Tgl lahir : Lumban Haro, 06 November 1984

Agama : Kristen Protestan

Pendidikan Formal

ü SD (SD Inpres No. 176388 Pagar Batu) : Tahun 1991-1996

ü SMP (SMP Negeri 2 Harn Boho) : Tahun 1996-2000

ü SMA (SMA Negeri 1 Pangururan) : Tahun 2000-2003


ü Kuliah (FKM USU) : Tahun 2003-sekarang

Pendidikan Non Formal

ü Pelatihan Pemantau Pilkada : tahun 2005

ü Seminar Sehari jurnalistik dan Fotografi dan sains : 2006

ü Seminar Gender :2006

ü Seminar HIV/AIDS 2006

ü Seminar mengenai Peran ASEAN di Indonesia :2006

Pengalaman Organisasi

ü Biro Aksi dan Pelayanan GMKI FKM USU Masa bakti2005-2006

ü Wakil sekretaris GMKI FKM USU Masa bakti 2006-2007

ü WasekJend Komunikasi Informasi Pemerintahan Mahasiswa FKM USU 2006-2007

ü Ketua GMKI FKM USU Masa Bakti 2007-2008

ü Anggota Komisi Pemilihan raya FKM USU tahun 2006

Pengalaman Ke Lapangan Kerja

Pemantau Pemilihan Kepala Daerah : 2005

Survior Higienis Kantin USU :2005

Surviyor SURKESDA tahun : 2007

Sebelum menelusuri banyaknya mimpi, bahwa saya bukan orang yang mudah menyerah dan patah semangat. Bagiku takut pada kegagalan adalah penyakit yang menggerogoti jiwa dan pikiran. Saya berusaha menghindari penyakit itu. Karena hidupku sempat menyerah dengan keadaan yang begitu parahnya. Atau bisa dikatakan hidup bagaikan bilur padi yang ditanam untuk dijadikan bibit. Hancur lebur seketika dan kemudian bertumbuh jadi bibit yang akan jadi padi kemudian berguna untuk menghidupi banyak manusia.

Jika menukik sedikit kelakang bahwa, Ketika semasa SMA saya telah melatih jasmani dan juga mentala untuk cita-citanya sebagai polisi. Rajin berolah raga melalui renang, karate, dan juga tak pernah alpa untuk lari pagi setiap paginya. Sehingga tak terasa begitu banyaknya keringat yang membasahi bumi telah tercucur demi mencari jawaban cita-cita sebagai polisi. Seiring itu juga waktu berjalan tak terasa pada awal awal bulan Mei tahun 2003 saya mencoba melamar sekolah Bintara polri dan mengikuti seluruh testnya sampai pada pengumuman dikoran. Mulai awal tes sampai pengumuman terakhir (dikoran) memakan waktu sekitar 2 bulan. Dan selama tes bukan hal yang gampang untuk menghadapinya, mulai dari kelengkapan administrasi sampai kekurangan-kekurangan fisik yang harus dibenahi. seperti halnya, gigi saya yang patah bagian depan harus ditambal dan juga kiloid yang sedikit menonjol pada bagian kaki dan pangkal legan kiri dan kanan. Juga kerepontan kedua orang tua saya yang begitu berniatan kuat bahwa saya harus jadi polisi. Sehingga kedua orang tua sayapun rela meminjam duit dari sana sini hingga duit terkumpul yang kemudian diberikan kepada deking.

Seiring waktu juga berjalan dalam mengikuti proses, pengumuman yang dinantikan pun telah tiba dengan hati bergetar dan berdebar-debar. Namun apa daya tes yang saya jalani masih jauh dari harapan. Kegagalan pun datang menerpa hidup saya yang masih lugu dengan teka-teki kehidupan ini. Khususnya permainan orang “dalam” pelamaran polisi, saya tidak tak tahu banyak tentang itu. Dan tanpa setahu saya, ternyata kedua orangtua saya telah berusaha sekeras mungkin untuk mencari pinjaman dari keluaga dikampung sampai kedua orang tua saya pun telah mengorbankan harga diri meminjam sana sini demi tercukupinya uang pelamaran sebagai pelicin kepada deking sebesar 60.000.000 (Enam puluh juta). Bilangan uang sebesar itu bukan hal gampang bagi kedua orang tua saya Karena penghasilan orang tua saya bukan datang dengan sendirinya seperti pengawai kantor yang enak duduk dikursi, tetapi harus membanting tulang dan berperas keringat demi mengumpulkan duit yang tak seberapa. Orang tua saya yang hidup dengan selisih harga di kota dengan di desa tempat Ia lahir. Dan sebaliknya mencari keuntungan melalui selisih harga barang-barang dagangan kebutuhan sehari-hari garga di desa dan dikota.

Perjuangan orang tua saya pantang mundur. Tidak berakhir pada kegagalan pertama dan mencoba untuk kedua kalinya. Segala kepahitan yang saya rasakan, rasanya tak dapat terlukiskan sebagai kesedihan yang susah untuk dipulihkan. Namun begitu setelah seluruh keluarga terhibur untuk dapat menerima kenyataaan, terbersit lagi keinginan bagi saya untuk melamar kembali. Dan mempersiapkan ini dan itu segala tetek bengek untuk keperluan seperti awalnya melamar polisi. Singkat cerita kedua kalinya juga gagal dan saya hampir putus asa dan juga putus rasa sebagai polisi. Namun ditopang dengan kegiatan yang berbeda saya pun bisa dengan tenang mengatur rencana yang lain yaitu jadi kuliah. Dan rencana saya awalnya kuliah di perguruan tinggi negeri. Selanjutnya saya bimbungan di BT/BS BIMA selama kurang lebih empat bulan yang kemudian mengikuti SPMB dan lulus di Fakultas kesehatan masyarakat tahun 2004.

Dengan bentukan yang begitu pahitlah saya sekarang jadi mahasiswa yang aktif di kampus alias aktivis yang juga dikenal oleh banyak mahasiswa lainnya dan juga dosen. Kontribusi di kampus sudah cukup banyak dan saya bangga pernah menjadi salah satu dari angkatannya yang pertama kalinya menulis di koran. Berbentuk opini. Tepatnya di koran lokal sumut pos. Salah satunya lagi adalah sahabat dekat saya Doni Sinaga yang juga sering sebagai partner saya berdiskusi dan berbagi pengalaman.

Dan saat ini sudah ada beberapa tulisan saya terbit di mading fakultas hingga dari situ saya banyak menuai pujian dan juga kritikan tentang tulisannya yang terkadang memaki-maki kalangan mahasiswa yang semakin menunjukkan keegoisannya dan juga kebobrokan beberapa dosen yang kian merajalela dan tidak mau tahu tentang mahasiswa nya yang kurang ajar.

Dengan tulisan yang demikian, membawa saya pada pencarian jati diri dan kepuasan tersendiri. Saat ini saya masih berkreatifitas dan terus memberi semangat yang setidaknya pada diri sendiri dan juga beberapa mahasiswa yang lainnya.

Hari ini saya berprinsip bahwa akal serta hati adalah kombinasi yang menjadi jalan menuju kesempurnaan sebagai umat manusia dimanapun saya berada dan berjuang menjadi orang yang puritan dan berkontribusi bagi orang lain melalui apa yang saya miliki. Tuhan memberkati.

Ut omnes unum sint... syalom!!!

Biografi Penulis

Nama : Jariston Habeahan
Tempat Tgl lahir : Lumban Haro, 06 November 1984
Agama : Kristen Protestan

Pendidikan Formal
ü SD (SD Inpres No. 176388 Pagar Batu) : Tahun 1991-1996
ü SMP (SMP Negeri 2 Harian Boho) : Tahun 1996-2000
ü SMA (SMA Negeri 1 Pangururan) : Tahun 2000-2003
ü Kuliah (FKM USU) : Tahun 2003-sekarang

Pendidikan Non Formal
ü Pelatihan Pemantau Pilkada : tahun 2005
ü Seminar Sehari jurnalistik dan Fotografi dan sains : 2006
ü Seminar Gender :2006
ü Seminar HIV/AIDS 2006
ü Seminar mengenai Peran ASEAN di Indonesia :2006


Pengalaman Organisasi
ü Biro Aksi dan Pelayanan GMKI FKM USU Masa bakti2005-2006
ü Wakil sekretaris GMKI FKM USU Masa bakti 2006-2007
ü WasekJend Komunikasi Informasi Pemerintahan Mahasiswa FKM USU 2006-2007
ü Ketua GMKI FKM USU Masa Bakti 2007-2008
ü Anggota Komisi Pemilihan raya FKM USU tahun 2006

Pengalaman Ke Lapangan Kerja
Pemantau Pemilihan Kepala Daerah : 2005
Surveyor Higienis Kantin USU :2005
Surveyor SURKESDA tahun : 2007



Hari ini saya berprinsip bahwa akal serta hati adalah kombinasi yang menjadi jalan menuju kesempurnaan sebagai umat manusia dimanapun saya berada dan berjuang menjadi orang yang puritan dan berkontribusi bagi orang lain melalui apa yang saya miliki. Tuhan memberkati.
Ut omnes unum sint... syalom!!!

Sabtu, 13 September 2008

KEGELISAHAN MAHASISWA

SUSAH JADI MAHASISWA SEHARUSNYA
Oleh Jariston Habeahan*)

Dalam aktivitas binatang sehari-hari, kehidupannya menjadi monoton dari waktu kewaktu ke waktu. Makan sekenyang-kenyangnya, tidur seenaknya, tanpa takut kegemukan atau penyakit akibat kelakuannya dan termasuk juga memuaskan birahinya tanpa mengenal tempat dan waktu yang tepat. Faktanya, Binatang tidak sadar akan hal itu. Buktinya, binatang tidak menunjukkan perlawanan ketika hidupnya begitu-begitu saja. Dan itu memang sudah alami sebagai kodratnya. Lihatlah seekor kerbau yang seharian membajak disawah, dengan cambukan petani untuk meningkatkan kinerja dalam mengeluarkan tenaganya. Namun meskipun demikian kerbau tidak merasa tersinggung untuk itu. Buktinya ketika besoknya kerbau terbut dihadapkan pada kerjaan yang sama akan selalu turut tanpa perlawanan.
Samakah binatang dengan manusia? Tentunya tidak! Namun ada kalanya manusia hampir sama dengan binatang, Makan sekenyang-kenyangnya, tidur seenaknya dan tidak tahu etika dalam bertindak dan tak sadar bahwa hidupnya telah monoton tanpa perlawanan. Di mana perlawanan yang berproses menuju keluar dari ketertindasan, proses pembodohan, dan juga keluar dari zona kenyamanan (comport zone) cenderung tidak lagi diperankan.

Manusia sebagai mahasiswa
Tentunya mahasiswa sebagai manusia, dengan akal manusia yang melebihi mahluk apapun dibumi ini mempunyai kapasitas dan kesempatan yang besar untuk jadi manusia yang seharusnya. Terlebih ketika sebagai mahasiswa, mempunyai waktu dan kesempatan yang cukup baik dalam pengenalan jati diri, pembentukan karakter dan kepribadian sebagai manusia yang seharusnya (what ought). Namun kenyataannya, kebanyakan mahasiswa apa adanya (what is) hanya mementingkan nilai akademik semata dan cepat tamat. Dan entah mengapa, banyak mahasiswa yang terbawa arus kapitalisme, hedonisme dan juga juga budaya konsumerisme sehingga mahasiswa kebanyakan cenderung lemah akan kreatifitas. Padahal, sebagai mahasiswa seharusnya dapat memilih banyak hal untuk mengisi waktu selama mahasiswa dengan proses kematangan sebagai sarjana nantinya. Misalnya bedah buku, diskusi kelompok dan juga aktif di organisasi dan masih banyak lagi kegiatan yang memacu kreatifitas. Dalam lembaran kali ini akan mengungkap bahwa mahasiswa itu sama dalam satu hal namun berbeda dalam banyak hal. Satu hal yang sama yaitu status mahasiswa yang terdaftar secara administrasi di perguruan tinggi. Namun secara realita, banyak perbedaan pada status layak atau tidaknya sebagai mahasiswa seharusnya, yang konon katanya kaum intelektual (agent of intelegence) dan agent peubah (agent of canges) serta sebagai kontrol sosial (agent of social control), yaitu mahasiswa sebagai seorang kaum terdidik, yang kelak menjadi generasi pembaharu.
Berbicara mengenai mahasiswa seharusnya memunculkan pemaknaan antara mahasiswa idealis dengan mahasiswa aktivis. Namun keduanya tidak dikotomis. Artinya mahasiswa aktivis harus saling melengkapi dengan sifat sebagai mahasiswa idealis.
Menurut kamus modern Daryanto (1994) kata idealis berasal dari kata ideal yaitu sesuai dengan gagasan atau angan-angan. Berarti idealis artinya orang-orang bercita-cita tinggi. Soe Hok Gie dalam mengartikan idealisme itu, ketika beliau memakai kata apa. Itu artinya yang mau harus ketahui adalah inti arti idealisme yang terdalam. Yang mana dalam filsafat, kata tanya apa berarti mencari arti tentang inti arti yang terdalam dari suatu hal. Sedangkan aktivis itu adalah penggerak atau orang bekerja aktif. Menurut Sarlito Wirawan Sarwono (1978) Aktivis adalah mahasiswa yang pernah ikut dalam suatu gerakan protes (minimum sekali). Dengan demikian aktivis dan idealis adalah dua hal yang berbeda namun harus saling melengkapi. Artinya seorang mahasiswa yang seharusnya harus memiliki cita-cita yang tinggi dan menjadi penggerak atau bekerja aktif dikehidupannya baik sebagai mahasiswa maupun sebagai masyararakat. Dan juga tidak lupa untuk merenungkan apa itu mahasiswa sesungguhnya. Dengan demikian inilah yang disebut disebut dengan aktivis yang idealis.

Kecenderungan yang terjadi pada mahasiswa
Apabila kita analisis secara umum, ada kecenderungan yang acapkali dijumpai pada mahasiswa. Pertama, mahasiswa cenderung tidak tertarik untuk digurui. Terlebih yang menggurui rekannya mahasiswa. Barangkali disebabkan karena citra (image) kaum intelektual, dan merasa ilmu yang dimilikinya sudah melangit padahal usahanya masih sedikit Sehingga menjadi cenderung tampak kesombongan intelektual. Namun hal ini jarang disadari oleh mahasiswa. Bukan hanya itu, sebab mengurui disini identik dengan menasehati yang berarti memberikan pesan tentang kebaikan. Sebenarnya hal ini terjadi apabila yang menerima nasehat merasa dirinya lebih tinggi daripada yang memberi nasehat, sehingga ada kecenderungan untuk beranggapan bahwa “Anda tidak pantas untuk menasehati aku”. Inilah yang disebut kesombongan rohani. Ketidakpantasan seseorang dalam menasehati bisa terjadi karena latarbelakang agama, suku, tempat asal dan juga perbedaan organisasi mahasiswa yang diikuti. Dimana mahasiswa menjadikan perbedaan hal diatas khususnya agama dan organisasi mahasiswa menjadi tameng dan topeng dalam berkomunikasi dan saling menasehati dengan sesama mahasiswa. Dan menjadikan perbedaan menjadi tapal pembatas untuk tidak lagi berinteraksi satu sama lain walaupun persamaan dan perbedaan itu hanya hasil reduksi mereka sendiri. Akhirnya terjadilah eksklusivisme kelompok dan juga agama.
Menurut Karman Y. (2007) Seorang intelektual Kristen seharusnya memiliki jati diri ganda: warga dunia sekaligus warga surga. Dua jati diri itu tidak dikotomis, melainkan saling mengisi. Dalam perspektif iman Kristen yang holistik, mencintai Tuhan menjadi nyata dalam mencintai sesama dan dalam tingkat berbangsa adalah mencintai negeri. Hal ini berarti komunikasi tidak hanya cenderung untuk Tuhan melalui Doa-doa, tetapi juga ada keseimbangan komunikasi antara Tuhan dengan manusia.
Kedua, mahasiswa cenderung mementingkan kemampuan akademik daripada kemampuan non akademik. Hal ini mungkin disebabkan karena nilai non akademik tidak ada di Transkrip nilai yang ada hanyalah nilai akademik. Sehingga jika IPK tinggi akan terkesan lebih brilian daripada yang IPKnya lebih rendah. Tapi kesan seperti itu sah-sah saja dan tak perlu diperdebatkan. Karena penyebabnya bisa beragam. Barangkali penyebabnya antara lain, pertama bahwa orang yang IPKnya tinggi disebabkan karena lebih fokus ke nilai akademiknya, dan juga pintar untuk mengalokasikan waktu untuk nilai akademiknya, alasan lain bahwa mahasiswa diberangkatkan dari rumah/ kampung bukan untuk berorganisasi tapi untuk mengikuti perkuliahan. Namun dengan kecenderungan yang demikian akan melupakan kemampuan non akademik, seperti aktualisasi diri, kemampuan berbicara (retorika), penajaman kepekaan terhadap analisa masalah sosial termasuk juga kecerdasan emosional dalam hal pemahaman akan perbedaan karakter orang lain dan lain-lain
Ketiga, mahasiswa cenderung tidak kritis. Dalam hal ini kristis merupakan penerapan cara berpikir yang logis dan juga objektif. Sehingga harusnya tidak menerima begitu saja dengan apa yang dikatakan orang lain. Namun kenyataannya mahasiswa lebih suka diam atau menutup mulut daripada mengkritisi dosen karena terbentur dengan persoalan etika, takut pada penekanan IP dan lain-lain. Sehingga mahasiswa tidak berani untuk menyatakan salah jika salah dan benar jika benar.
Keempat, mahasiswa cenderung tidak suka diperintah, barangkali penyebabnya karena calon sarjana. Jadi kerjanya pemikir atau paling tidak pemberi perintah (penyuruh). Pada akhirnya tidak ada yang mau disuruh akhirnya saling apatis atau yang sering berakhir dengan perdebatan tanpa tindakan (No Action Talk Only). Dan bisa jadi karena bentukan dari keluarga mahasiswa secara individu sehingga terbiasa dengan posisi paling tinggi dibanding mahasiswa yang lain, atau adanya faktor kemalasan dengan mahasiswa saat ini. Sebagai contoh, bila anda masuk dalam suatu organisasi, dan suatu ketika ada pertemuan dalam suatu tempat dan waktu tertentu, coba perhatikan siapa yang sering memberesi atau melengkapi kebutuhan-kebutuhan tertentu? misalnya logistik, atau apa saja yang tiba-tiba dibutuhkan dalam suatu kegiatan tersebut. Pasti ada orang yang serba sibuk mengerjakan ini dan itu, tapi yang lainya duduk manis seperti raja dan ratu. Dan untuk kegiatan selanjutnya jika orangnya tetap sama, maka yang serba sibuk juga cenderung orang itu juga. Menjadi kebiasaan bagi dia/mereka sibuk untuk memberesi dan melengkapi setiap ada pertemuan sehingga yang lainnya tidak peduli yang lambat laun tidak lagi merasa bersalah. Hal ini masih contoh kecil. Boleh diterima atau tidak, karena menurut yang saya amati, mahasiswa cenderung mau disuruh apabila ada intimidasi, iming-iming atau kepentingan kepentingan tertentu. Misalnya mahasiswa akan patuh dengan perintah dosen apabila konsekwensinya akan mendapat nilai yang bagus. Mengumpulkan tugas tepat waktu, mematuhi perintah dosen untuk mengisi absensi untuk beberapa pertemuan walau dosennya alpa dalam mengajar.

Bagaimana dengan kecederungan mahasiswa seharusnya atau aktivis yang idealis?
Dengan melihat kecenderungan diatas, jelas bukan kecenderungan sebagai mahasiswa seharusnya. Kecenderungan diatas hanya menumbuhkan egoisme (mencari kesenangan sendiri). Seorang aktivis tidak merasa bodoh ketika digurui, tidak merasa rendah ketika diperintah dan tidak dungu atau lemah karena kritikan serta tidak menerima begitu saja apa kata orang lain. Akan tetapi semuanya itu menjadi pembelajaran dalam pembenahan dan koreksi diri demi pembetukan karakter serta kepribadian. Itulah kecenderungan sebagai mahasiswa seharusnya. Bukan seperti binatang yang hidupnya monoton untuk setiap harinya. Bukan seperti brung yang membuat sangkar dayng bentuknya begitu-begitu saja. Hasrat manusia untuk berubah kearah yang lebih baik, menjadi salah satu perbedaan utama antara binatang dengan manusia khususnya mahasiwa. Sehingga hidup akan lebih bermakna untuk mencapai kebahagiaan dan pengejawantahan sukses sejati. Oleh karena itu masa mahasiswa adalah masa pengembaraan penemuan jati diri. Sehingga ketika sudah saatnya untuk terjun kedunia alumni, tidak lagi gelabakan dan demam panggung ketika saatnya menunjukkan kemampuan. Dengan demikian basic yang kuat akan mampu melawan arus keterpurukan dan ketertidasan di tanah air ini. Sebab jika tidak, maka kita akan tergilas oleh kemajuan zaman yang semakin modern.
Menurut Umar Said (2001), Salah satu permasalahan terbesar bangsa ini adalah banyaknya manusia “sampah” yang menggerogoti tanah air. Dalam situasi seperti yang sekarang ini, maka terasa sekali bahwa bangsa kita sudah kehilangan pedoman moral, atau bahwa negara kita sudah kehilangan “panutan” (sesuatu atau seseorang yang patut diikuti jejaknya). Perkembangan terakhir di negeri kita menunjukkan berbagai pertanda atau gelagat bahwa hari-kemudian Republik Indonesia menghadapi masa-masa yang tidak menentu, yang penuh dengan krisis parah yang multi-dimensional. Kalau tidak ada usaha bersama dari rakyat untuk mencegahnya, maka Republik kita ini akhirnya akan makin terus membusuk, kemudian hancur, hanya oleh karena perbuatan orang-orang berakhlak rendah.
Penutup
Untuk itu, mahasiswa seharusnya merupakan seruan yang harus ditindaklanjuti untuk membenahi diri sebagai calon sarjana yang seharusnya, sehingga dapat mengambil peranan penting dalam mencapai cita-cita diri, keluarga dan bangsa ini. Dan menjadi mahasiswa idealis (aktivis) memang tidak gampang. Butuh permenungan yang dalam sehingga tidak menjadi aktivis yang instan atau karbitan. Sebab menjadi mahasiswa aktivis yang idealis dalam gerakan mahasiswa harus memiliki karakter yang menarik melalui persyaratan berikut sebagai parameternya: Pertama, Mempunyai prestasi akademik yang baik (IPK diatas rata-rata), sehingga tercipta keseimbangan antara studi dan organisasi. Kedua, dasar (basic) organisasi yang kuat, yang karena terbentuk melalui pengkaderan yang berjenjang dari tingkatannya (pengakderan yang mempunyai standart level), yang tidak hanya mengejar popularitas sesaat. Ketiga, mampu me-manage (mengatur) waktu, sehingga bukan waktu yang mengaturnya. Dengan demikian penggunaan waktu yang tidak jelas manfaatnya harus dibatasi. Keempat, mampu menuangkan pokok pikiran dan ide-ide nya kedalam tulisan. Memposisikan budaya lisan pada porsinya dan meningkatkan budaya baca dan budaya menulis. Sehingga akan muncul gerakan penyadaran yang tidak hanya dalam bentuk aksi jalanan melainkan dalam bentuk tulisan juga. Dan yang terakhir adalah santun dalam bertingkah, cerdas dalam berfikir sehingga menjadi panutan mahasiswa lainnya. (Harian Radar Karawang, Mei 2005)
Dari persyaratan diatas, jelas bahwa menjadi aktivis itu memang butuh proses sebagai pembentukan karakter (caracter building) yang berkelanjutan. Namun syarat demikian tidaklah terlalu kaku untuk mematahkan semangat kita sebagai aktivis gerakan yang mungkin beberapa point diatas belum bisa kita penuhi sebagai mahasiwa yang aktif di organisasi. Setidaknya pembentukan karakter itu harus disadari dan berjalan terus kearah yang lebih baik sehingga didunia alumni tidak menjadi “sampah” yang hanya menyusahi diri, keluarga dan juga bangsa ini. Memang susah jadi mahasiswa Idealis, lebih muda jadi mahasiswa “sampah”. Namun jika dibenturkan dengan keadaan bangsa yang semakin carut marut dan gegap gempitan zaman, dimana penganguran semakin meningkat dan biaya pendidikan semakin mahal, serta rakyat miskin semakin terlunta-lunta. Pada saat seperti ini, mana yang kita pilih? Mahasiswa “sampah” atau mahaiswa Idealis. Semoga kita sama-sama memilih mahasiswa Idealis. Hidup Mahasiswa !!!

*) Pengalaman organisasi penulis a.n:
o Biro aksi dan pelayanan GMKI FKM USU periode 2005-2006
o Wasek Aksi dan Pelayanan GMKI FKM USU periode 2006-2007
o Wasekjend Komunikasi dan Informasi PEMA FKM USU periode 2006-2007
o Ketua GMKI FKM USU periode 2007-2008

ANTARA AKU KAU DAN SEORANG PANUTAN

Antara Aku kau dan Seorang Panutan
Oleh Jariston Habeahan *)

Menjadi panutan bagi orang lain, tidaklah harus begitu sempurna. Karena pada hakikatnya manusia tidak ada yang sempurna. Lihatlah tokoh dimana saja di dunia ini, pasti ada celah dari masyarakat untuk menyatakan keburukan atau titik lemah seseorang itu. Biar jangan terlalu luas, kita lihat apa yang sudah diperbuat soeharto selama menjabat sebagai presiden, perjuangan yang tiada ternilai telah ia bangun dengan baik, namun celahnya ia tercap korupsi sebagai sisi lemahnya sehingga kesempurnaan tidak pernah miliki. Dan masih banyak lagi. Begitulah jika perbuatan setiap orang dilihat secara holistik atau totalitas hidupnya kesempurnaan manusia itu tidak akan tercapai. Kesempurnaan hanya milik Dia yang Ada. Namun paling tidak kita sebagai manusia biasa ada banyak hal yang baik bisa kita perbuat sehingga kita pantas untuk dipanuti oeh orang lain.
Coba tanyakan pada diri sendiri apakah sudah ada yang dipanuti orang lain dari anda? Ketika perbuatan anda sehari-hari menjadi penilaian tertentu bagi orang lain Apa yang sudah anda lakukan. Coba pikirkan sejenak? Barang kali terkesan menggelitik dibenak kita, tapi pasti kita pikirkan suatu saat. Sadar atau tidak, bahwa kecenderungan orang disekitar kita akan mengamati tingkah laku kita yang akhirnya akan mengumpulkan sikap dan tindakan yang kita perbuat.
Walaupun penilaian orang pada umumnya hanya dua hal yang biasanya baik dan buruk, namun untuk tergolong salah satu hal tersebut adalah hal yang tidak mudah untuk disebut. Baik menjadi buruk maupun menjadi baik. Pemilah-milahan akan terjadi secara otomatis, Sehingga ketika kita cenderung berbuat yang tidak baik, maka orang mulai lagi akan menilai sampai pada tahap dimana orang yang di nilai tergolong baik atau buruk. Biasanya berbeda menurut cara pandang orang yang berbeda. Harus kita akui bahwa setiap orang mempunyai toleran yang berbeda-beda tentang sifat kita dalam keseharian, karena setiap orang memiliki bentukan yang berbeda. Sehingga ada baiknya ketika kita berhadapan dengan orang lain harus menjaga sikap dan tindakan yang etis. Artinya kenali orang yang sekitar dan lingkungan sekitar.
Dalam kehidupan pergaulan ada saja orang yang memang menampakkan kebaikan dalam kehidupannya, barangkali karena sudah terpelihara sejak lama sehingga untuk beruat baik dan menyesuaikan bukan hal yang sulit lagi. Artinya ada pengaruh bawaan lahir (genetik) yang walaupun relatif kemungkinannnya, karena ada pengaruh lingkungan. Tidak sulit dalam Arti tidak selalu terpaksa dan berpura-pura.karena jika terpaksa dalam hal berbuat baik, suatu saat bisa ketahuan kepada orang lain disekitar kita. Walau disebagian orang bisa menerima dengan toleransi tertentu. Namun keburukan yang sedikit saja kita buat bisa mengotori kebaikan yang kita buat sekian banyak. Hal ini sangat acap terjadi dikalangan orang sudah terkenal atau orang yang keberadaanya senantiasa tersorot oleh masayarakat.
Menjadi panutan bagi orang lain memang harus bisa bertahan lama, bahkan harus selamanya. Menjadi panutan juga harus memiliki konsistensi dan integritas pada kebaikan atau idealismenya. Artinya jika hari ini ada perkataan untuk berbuat baik atau berupa prinsip/ idalisme maka besok juga harus demikian dan jika dalam perkataan akan berbuat baik maka demikian juga dengan perbuatan secara terus menerus. Singkatnya, bahwa perkataan harus menyatu dengan perbuatan.
Hal selanjutnya yang perlu diketahui adalah ketika kita mengespresikan apa yang kita pikirkan dan bagaimana kita menanggapi pemikiran orang lain, mulai dari hal yag terbaik sampai yang terburuk. Terkadang ekspresi harus sesuai dengan apa yang dipikirkan, karena ketika wacana yang kita sampaikan kepada orang lain adalah hal yang serius maka harus diekspresikan dengan serius pula. Walupun pada suatu saat terlalu serius, bisa dianggap kurang gaul dianggap kurang ramah atau bisa persepsi yang lain muncul disebagian benak orang lain.
Terkait dengan ekspresi, biasanya ada tiga hal yang mungkin yaitu ceria/ bahagia atau senang, Kedua tenang atau diam dan yang Ketiga sedih atau duka. Ketiga hal ini harus diekpresikan dnegan tepat. Hal inilah yang disebut kecerdasan emosional. Dengan demikian seorang panutan pantasnya harus memiliki kecerdasan emosional diatas rata-rata pada umumnya sehingga pantas untuk di ikuti jejaknya dan ditiru perbuatannya.
Segalanya memang tak bisa dijelaskan melalui tulisan ini. Karena kecerdasan emosional ini, disamping kecerdasan lainnya, seperti kecerdasan intelektual dan spiritual seseorang pada dasarnya sulit untuk digambarkan secara mendetail Tapi paling tidak untuk senantiasa menuju kearah yang lebih baik, ada baiknya untuk mengetahui etika, refleksi, koreksi. Termasuk juga kritikan dari orang lain. Sehingga dalam kehidupan seharu-hari ada saatnya untuk memahami orang lain, ada saatnya merenungkan segala apa yang kita lakukan dalam keseharian, dan juga ada saatnya untuk menerima kritikan atau atas perbuatan yang kita perbuat pada suatu saat. ada pada hati nurani seseorang tersebut.
Dengan demikian kita sebagai manusia yang berakal dan berperasaan karsa (feeling) akan tahu jalan yang sudah ditempuh untuk menuju kesempurnaan atau kebaikan yang tidak pernah terbatas. Menjaga perasaan orang lain sama halnya menjaga perasaan diri sendiri, jika perasaan orang lain tidak bisa kita “jaga” atau sering menyakiti hati orang lain berarti kelainan jelas sudah
Harus diakui, menjadi panutan bukanlah hal yang mudah tetapi membutuhkan kedisiplinan diri tidak mengenal waktu dan caracter building (pembangunan karakter) yang membutuhkan proses yang secara terus menerus sehingga akan menuju pernbuatas baik yang tidak terbatas.

*) Penulis adalah mahasiswa FKM semester akhir

CATATAN HARIAN

Pengalaman Hidup Yang Tak Terlupakan
Oleh Jariston Habeahan
Ada banyak hal yang tidak bisa ditebak dalam hidup ini. walaupun mengandalkan apa saja yang ada pada diri sendiri. Mungkin secara manusia, ada banyak hal yang menjadi pergumulan hidup. namun yang pasti pemikiran, rasa dan terutama keyakinan sangat menentukan tentang segala hal yang dihadapai dalam hidup ini. pahit manis atau apa saja. Sebab tidaklah seimbang rasanya, bilamana hidup ini hanya rasa yang manis saja. Namun adakalanya merasakan yang pahit juga. Begitu seterusnya.
Sekedar hanya membuka tabir pemikiran, bahwa hidup manis dan pahit adalah merupakan realita. Tak bisa dipungkiri dan tak bisa ditebak apa bila sudah kehendak Tuhan. Atau mungkin sering orang mengatakan hukum yang tak terelakkan dalam kedatangnnya.
Sekiranya mungkin saya tidak merasakan yang pahit saat itu (25 April 2006 pukul 22.00 WIB.). saya tidak akan mencurahkan isi pikiran saya tentang hal ini. bahwa ketika itu saya dan kawan segerakan yaitu pengurus Komisariat (PK) lagi asik membahas laporan pertanggung jawaban salah satu program Aksi dan pelayanan, yaitu kunjungan desa yang diadakan disondi raya, pematang raya. Tak terasa sore sudah berganti jadi malam. Malampun semakin terasa tak bersahabat. Karena hujan datang yang begitu deras dan sangat menggangu ketenangan kami dalam proses LPJ. Selain itu juga lampu listrik mati sesaat, namun sebentar lagi ternyata hidup, kamipun bisa melanjutkan kegiatan kami.
Namun ada hal yang tak selalu kami duga, seorang dari antara kami musti pulang kerumah, namanya Sonti karena hari sudah menjelang tengah malam lagipula dia sudah dihubungi supaya cepat pulang kerumah.
Kemudian, seorang dari kami bilang, supaya saya mengantarkan dia kerumahnya. Saya sebenarnya merasa berat untuk mengantar dia. Saat itu saya masih sempat menolak dan saya menyuruh kawan yang lain untuk mengantarkannya. Tapi kawan yang saya tawarin malah menyuruh balik untuk aku antarkan, akhirnya saya mau untuk mengantar, meskipun hujan kami tetap menerobos. Dengan tidak banyak alasan lagi saya langsung menerima kunci sepeda motor itu dan membocengnya. Setelah tiba dipersimpangan jalan, yang mana angkot sudah lewat dari jalan tersebut, saya mencoba kembali untuk untuk bilang supaya dia naik angkot saja. Karena lebih aman dan juga tidak diguyur hujan kalau misalnya naik sepeda motor. Namun dia tetap ngotot untuk tetap naik sepeda motor. Aku tak tahu apa yang terpikir dalam benaknya. Ya..sudahlah saya pikir begitu. Dan dengan berat hati, saya suruh dia yang bawa keretanya, disamping itu juga saya belum paham jalan kerumahnya. Karena itu juga saya melihat jalan menuju rumahnya, dan menandai darimana keluar untuk berharap dari situ nanti masuk lagi.
Setalah nyampe didepan rumahnya saya langsung tancap gas untuk tempat kami LPJ tadi. Saat itu hujan masih turun dengan derasnya, yang memacu emosi membawa sepeda motor makin cepat. Dan setelah ditengah perjalanan ternyata apa yang saya bayangkan ternyata berbeda. Karena jalan yang saya bayangkan untuk pulang ternyata searah. Tanpa lihat tanda lalulintas sayapun menerobos jalan yang searah, tanpa merasa bahwa jalan yang saya jalani sudah salah. Dan kebetulan sampai perjalanan seratus meter jalan masih kosong yang akhirnya terasa plong untuk tancap gas.
Tapi Tiba-tiba mobil datang begitu banyak. Karena jalan searah jalan saya tidak bisa mengelak lagi. Saat itu, kalau saya ingat mobil ada berhenti dipinggir jalan sebelah kiri. Dan sekiranya tidak hujan dan jalan tidak licin, kemungkinan besar saya masih bisa mengerem sepeda motor yang saya kendarai untuk berhenti. Namun kenyataannya tidak. Karena cuaca yang tidak bersahabat saat itu, saya tak dapat mengontrol lagi, saya terjatuh ke aspal bersama sepeda motor dan hampir manabrak mobil yang didepan. Dan ternyata mobil yang didepan saya, berhenti karena penumpangnya ada yang mau masuk yaitu bapak-bapak yang mengendong anaknya, yang baru saja keluar dari masjid yang ketika itu hampir saya tabrak. Saat itu kitra-kira menunjukkan pukul 10. 00 malam. Merekapun beringas dan marah sekali dengan saya yang membuat mereka terkejut dan spontan menggebuki saya ramai-ramai.
Dalam pikiran saya saat itu, saya sadar bahwa saya salah sehingga saya pikir jika saya melawan berarti saya salah makanya saya lebih baik mengalah saja. Setelah beberapa saat ada introgasi dari beberapa orang akhirnya saya diperbolehkan untuk menjemput STNK kereta dan pemilik kereta. Pada akhirnya ada tawar menawar yang mengahasilkan ”damai semu” diantara kedua belah pihak. Saya katakan semu karena saya pikir ada ketidak adilan saat itu yang tidak bisa saya terima. Namun biarlah itu berlalu, sesungguhnya yang baru telah tiba. Itu hanya kenangan beberapa tahun yang lalu. Bahwa hidup mesti ada goresan, yaitu goresan yang sengaja kita torehkan ataupun tidak sengaja kita buat itu adalah bagaian dari kehidupan yang terus menerus. Tinggal kita bagaimana untuk bangkit kembali di saat hidup menjadi pahit dan menggetarkan?

ZONA MAHASISWA

SEBUAH CATATAN BUAT MAHASISWA BARU (06 juni 2005)
oleh Jariston Habeahan

SELAMAT DATANG DAN BERGABUNG DALAM KELUARGA BESAR FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA !
Kami menyambut kehadiran adek-adek dengan senang hati dan penuh kebahagiaan. Kami senior-senior kalian semua, berharap semoga dengan kehadiran kalian di FKM ini akan membawakan marapan masadepan yang cemerlang nantinya.
Kami senior yang ada di FKM ini, sedikit banyak tahu bagaimana perasaan kami ketika kami menginjakkan kaki di FKM ini. sehinggga denga dasar itu, kami ingin berbagi pengalaman, seihingga antara senior dan junior tidak merasa ragu dan rugi. Kami juga mahasiswa FKM faham bahwa, diantara adek-adek yang memilih FKM mungkin karena aternatif yang kesekian atau plilihan yang terakhir, boleh-boleh saja. Tapi ingat, sekalipun pilhan terakhir tak perlu bermegah diri, dan tak perlu pula untuk berkecil hati bagi yang pilihan pertama. Segala pejuangan masuk ke FKM ini, sejujurnya itu adalah masih langkah awal dalam menapaki identitas sebagai mahasiswa dan belum lagi berproses didalamnya.
Tapi apapun itu, yang pasti anda sudah menjadi mahasiswa FKM USU Dan berhak berproses menjadi mahasiswa yang intelektual yang berwawasan kesehatan dan akan lebih memaknai kesehatan dalam kehidupan keseharian. Namun sebelum itu, kami tak lupa mengingatkan adek-adek dalam mengenal lingkungan kampus dan hal-hal tekecil sekalipun yang ada didalamnya. Karena siapa tahu ketika kita sudah kenal kita akan makin sayang sama kampus kita ini. artinya, kita sayang karena, kita tahu betul bahwa dengan pembelajaran yang ada dikampus ini, akan menjadi jalan menggapai cinta dan cita-cita kita nantinya. Sehingga kebingungan kita akan masa depan kita, tak akan bertahan lama. Sedikit demi sedikit, kita mengenal apa yang ada dalam kampus, selanjutnya, kita juga akan tahu, apa saja yang dapat kita beri terhadap kampus dan apa yang bisa kita terima. Setidaknya musti ada keseimbangan diantara dua hal ini. Sehingga segalanya akan berjalan dengan lancar dan nyaman. Sehinggga persoalan masa depan tidak menjadi keraguan bagi kita. Dan kita boleh-boleh saja mendambakan ini dan itu. asal sudah jelas caranya dengan begini dan begitu.
Melihat dari apa yang adik terima dari FKM ini, akan sangat banyak ragamnya. Sekurang-kurang adalah kurikulum yang disajikan lewat mata kuliah setiap oleh dosen-dosen setiap bidangnya. Selanjutnya ruang lingkupnya ada pada Tridarma perguruan Tinggi yaitu : Pengajaran, penelitian dan pengabdian masyarakat. Sehingga melalui Tridarma perguruan Tinggi akan memperinci arah dan tujuan kita sebagai mahasiswa. seperti pengajaran yang kita terima akan menjadi proses bagi kita untuk sebuah penelitian.sehingga akan menghasilkan “sesuatu” yang akan kita berikan melalui pengabdian masyarakat. Sehingga masing-masing Tridarma perguruan Tinggi mempunya keterkaitan yang sangat erat.
Maka, sembari berproses lebih dalam lagi di FKM ini, kenali pula wadah-wadah yang bisa menumbuhkan minat bakat, wadah kreatifitas sebagai mahasiswa yang aktif di kampus, disamping pelajaran matakuliah. Karena kami juga sebagai senior, sudah mencicipi lebih dahulu merasakan apa yang akan adik-adik rasakan sebagai mahasiswa. dan betapa sakitnya mahasiswa ketika tidak bisa berbuat banyak dengan persaingan dan persoalan yang ada sekarang ini. dan jika kita ingin menjadi orang yang berpengaruh untuk persoalan masa depan, tentunya mulai sekarang harus menjadi berpengaruh diruang lingkup Lokal, yaitu kampus kita ini. Artinya, melalui kreatifitas dan bakat dan prestasi akan menumbuhkan nilai tawar bagi mahasiswa dan langsung ataupun tidak langsung menjadikan kita generasi yang gigih dan tangguh, bukan generasi yang loyo dan tidak mau tahu dengan apa yang ada.
Maka melalui inilah juga kami memperkenalkan wadah-wadah kreatifitas dan prestasi melalui organisasi yang ada dikampus. Mulai dari kegiatan ekstra sampai kegiatan intra. Karena di FKM ini ada banyak organisasi kemahasiswaan. Yang masing-masing mempunyai nilai tawar tersendiri. Baik organisasi intra ataupun organisasi ekstra. Dalam organisasi intra ada, pemerintahan mahasiswa (PEMA), Perayaan Hari Besar Islam(PHBI) dan Persekutuan Oikumene Mahasiswa Kristen (POMK). Dan tidak kalah menariknya ada lagi organisasi ekstra yang bergelut diluar kampus, yang antara lain, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), dll. Maka ketika dikatakan hidup ini menjadi pilihan, tidaklah salah dalam memilih organisasi juga harus faham bahwa adik-adik bisa bertumbuhkembang dalam organisasi tersebut. Untuk lebih mendalaminya, maka tak usah ada rasa takut untuk bertanya kepada senior-seniormu. Karena bagaimanapun seniormu adalah juga manusia sama seperti kamu. Yang pasti minat bakat dan kreatifitas sampai wadah penumbuhan mental anda kearah yang lebih baik, menjadi terjamin jika mau.
Namun perlu dipahami sebelum tercebur kedalam pengkotak-kotakan mahasiswa. Sebab jika terlambat untuk memahami, mahasiswa akan masuk kedalam suatu kotak yang tidak kasat mata. Baik melalui organisasi maupun suku dan agama. Tak perlu disangkal lagi, sedkit banyak telah terjadi sekarang ini. Namun harapan kami supaya ini tidak menjadirutinitas yang ada pada kampus ini. Sebab, begitu kita ada pada suatu jurang pemisah yang tak tampak, akan ada ego dan merasa perpeksionis masing-masing kelompok orang atau organisasi. Seperti pepatah mengatakan, bercerai kita maka runtuh; bersatu kita maka akan teguh.
Marilah dengan berbagai perbedaan kita memacu kita untuk saling mengisi dan melengkapi ditegah kehidupan kita yang kompleks. Sebagai penutup, maaf bila saya mengutip pengantar yang ada dalam cover buku zaman peralihan bahwa, “rangkaian zaman boleh berubah, namun akar dari segalanya tidak boleh tercerabut, yaitu kemanusiaan kita sebagai sebuah bangsa. Ini akan menjadi penuntun jalan kita untuk pulang dan mengeja kembali kebangsaan kita diantara carut marut dan gegap gempitan zaman. Semoga!!!
Penulis adalah sekretaris lembaga pers pemerintahan mahasiswa FKM USU.


PETUALANGAN

MENAKLUKKAN GUNUNG SINABUNG
Oleh Jariston Habeahan
Bilamana ada pertanyaan siapa yang sudah pernah dengar Gunung Sinabung?. Barangkali sangat banyak yang sudah pernah mendengarnya. Tapi orang yang sudah pernah menaklukannya. Rasanya belum banyak. Artinya tak sebanyak orang yang pernak mendengarnya. Orang mendengar, belum tentu dapat membayangkan bagaimana panorama keindahan alam di gunung sinabung. Apalagi merasakan pahit getirnya untuk melakukan pendakian ke gunung Sinabung, yang akhirnya setelah sampai dipuncak akan banyak mengagumi bahwa ciptaan Tuhan itu begitu indah..
Awalnya adalah mendengar bagaimana indahnya gunung Sinabung, akhirnya perencanaan berobah jadi tindak lanjut untuk pendakian bahkan sampai evaluasi, oleh anggota GMKI FKM USU. Keinginan yang kuat untuk menaklukan gunung Sinabung terkabul dengan segala usaha di kerahkan oleh pengurus Komisariat untuk melengkapi segala kebutuhan di sana. Dan seiring waktu berjalan petualangan pun terlaksana pada hari minggu pagi pukul 11.00 WIB dari Medan.
Awal perjalanan menuju Berastagi, ada parasaaan bertanya-tanya karena disambut cuaca yang tidak bersahabat (hujan turun). Namun kegelisahan hanya bertahan sementara karena sesampai di berastagi dan kaki gunung Sinabung (perkemahan Lau Kawar), langit tampak bersih tanpa awan dan kabut. Sehingga saat kami memasang tenda dan sebagian mempersiapkan makan malam, sehingga kami bekerja dengan penuh semangat. Alangkah bahagianya saat itu.
Sesaat kemudian kami mengadakan kebaktian singkat di Lau kawar yang berlangsung dengan hening dan tenang, apalagi pembicara kami (Sabar Siahaan berceloteh dengan Indah. Rasanya kata-kata yang Beliau keluarkan sangat Menyejukkan hati kami, karena Tema dalam kebaktian “Pilihanku tanggung jawabku” rasanya, sangat cocok dengan kondisi saat itu. Karena bilamana misalnya telah kami memilih untuk Naik gunung, otomatis kami mempunyai Tanggung jawab yang besar untuk memenuhi kebutuhan disana dan bertanggung jawab dengan segala resiko yang terjadi. Tapi syukur memang, apa yang tidak kami inginkan tidak terjadi disana. Misalnya kecelakaan atau apa segala macam. Dan seiring kebaktian berlangsung, tak terasa malam menyambut kami langit telah “tersenyum” dengan Ribuan bintang-bintang bersinar dengan indah dan cemerlang.
Setelah itu, menunggu waktu menunggu keberangkatan Kami berangkat malam,sebagian dari kami, mengambil kesibukan mempersiapkan makan malam dan sebagian lagi menghibur dengan melantunkan lagu-lagu dengan iringan tawa dan lelucon yang lucu membuat kami bahagia dan begitu senangnya saat itu.
Sebelum keberangkatan, kami melakukan persiapan melalui breving singkat dan mendengarkan anjuran(intruksi) oleh Gait(pemandu perjalanan naik gunung) untuk kiranya dalam perjalanan tidak ada yang “macam-macam” demi keselamatan kami dalam petualangan alam. Dalam breving juga, kami menentukan siapa yang tinggal diperkemahan dan siapa yang ikut untuk naik puncak Gunung sinabung. Saat itu yang ikut, B’Sabar siagian (BPC cabang Medan), B’Tolopan, B’Leo, Monang, Dahlia, Bunga, Leni, Jariston, Richi, Niel, Gibeon, Enike, Uli (simpatisan), Charles Gultom (Rekan Petualang dari Jakarta).
Dan yang tinggal diperkemahan B’Masrudi, B’ veri, Rita, disamping menjaga barang-barang dan tenda, mereka juga bersedia akan mempersiapkan makanan dan minuman setelah kepulangan kami nantinya, sehingga dalam perjalanan kami tidak perlu Risau lagi. Dan kami tahu itu tercapai melalui kerja sama yang baik tentunya.
Tepatnya jam 01.00 WIB pagi hari, kami berangkat dari kaki Gunung (lau Kawar) menuju puncak gunung Sinabung dengan membawa perlengkapan dan juga logistik dalam perjalanan. Dan kami berharap semua yang ikut berangkat dari kaki gunung bisa sama-sama sampai dipuncak gunung. Namun secara tak terduga dalam perjalanan, setelah melewati ladang petani setempat, Gibeon terluka karena sabetan kawat Duri yang akhirnya tak bisa mengikuti pendakian selanjutnya. Dan setelah dipertimbangkan untuk kembali pulang ke perkemahan tak bisa hanya sendirian sehingga didampingi salah satu diantara kami dan saat itu orang yang bersedia saat itu adalah B’ Tolop dan Monang, yang selanjutnya mereka bertiga tak ikut untuk mendaki Gunung.
Hampir semua kami yang naik gunung masih perdana (pendakian pertama ke Gunung sinabung), sehingga kami tak pernah membayangkan bagaimana proses pendakian hingga kepuncak. karena jalan setapak yang kami jalani sangat menantang dan membuat jantung sering berdebar tak terelakkan dan didikuti dengan kaki yang gemetar secara otomatis, dan disambut lagi jalan berdakian yang dibentangi akar-akar dan pohon yang tumbang membuat perjalanan kami begitu menantang tapi seru. Dan gelapnya malam membuat tak bisa melihat ke samping kiri kanan jalan yang ada jurang dan terjalnya jalan.Karena sekiranya kami bisa melihat dengan jelas, kemungkinan besar kami akan semakin takut untuk melanjutkan perjalanan.
Dalam perjalanan kami sering dihinggapi oleh rasa bosan, capek pegal dan leting namun dengan semangat yang berapi-api kami singkirkan segalanya itu. Sesekali ada diantara kami yang terbentur dengan pohon dan juga akar-akar yang terbentang di jalan.
Salah satu keunikan kami saat naik gunung adalah ciri khas saling bertolong-tolongan menanggung beban. Saat itu memang momen yang pass untuk hal itu. Karena sekiranya kami bertindak egois sudah pasti perjalanan sebagian orang menuju kepuncak makin cepat namun orang yang lemah mungkin akan ketinggalan ditengah perjalanan. Namun oleh karena rasa Empati yang masih tinggi, perjuangan untuk pendakian adalah perjuangan bersama dan saling memapah. Sehingga setibanya dipuncak rasa bahagia yang terhingga saat itu terlihat dengan jelas. Ada yang saling berpelukan, ada juga yang berteriak dengan sekuat tenaga dan berekspresi melalui Foto-foto yang dilatari oleh alam yang yang menakjubkan. Tiada yang lebih indah memang selain daripada menaklukkan Puncak Sinabung saat itu. Semua sampai diatas dan semua pula bahagia dengan luar biasa.
Setelah puas dengan kondisi diatas saat itu, kami turun dengan perlahan kebawah. Saat kami menuruni jalan yang kami naiki Sebelumnya, seolah-olah kami tak percaya kami telah melaluinya, karena saat terang jalan sangat jelas tampak terjalnya begitu menakutkan. Dan ternyata lebih enteng naik keatas daripada menuruni jalan tersebut. Namun dengan penuh kehati-hatian kamipun bisa tiba dibawah dengan selamat tanpa ada kecelakaan yang membahayakan. Meskipun sesekali kami tergelincir namun itu tidak begitu mempengaruhi kami saat perjalanan pulang.
Singkat cerita, Sesampainya dibawah, apa yang kami harapkan sudah ada dibawah (perkemahan). Yaitu makanan telah tersedia dan kami siap untuk kami santap. Sehingga saat itu menambah kebahagian kami yang sudah berhasil menaklukkan puncak Gunung sinabung. Dan kami sangat berterimakasih pada rekan-rekan kami yang tinggal dibawah karena mengerti keadaan kami yang begitu lapar dan haus sekaligus juga capeknya minta ampun. Khususnya Rita yang belum berhasil menaklukkan Gunung sinabung saat itu, namun Dia selalu bekerja tulus untuk menyediakan santapan makanan kami. Dengan momen naik Gunung ini. akan menjadi kenangan manis dan sekaligus perjuangan hidup ini untuk lebih optimis, sebagaimana kita menapaki jalan demi jalan menuju kepuncak yang terkadang kita sinis dan pesimis namun kita masih terus berjuang untuk menjalaninya. Semoga.!