Kamis, 09 Oktober 2008

Nama : Jariston Habeahan

Tempat Tgl lahir : Lumban Haro, 06 November 1984

Agama : Kristen Protestan

Pendidikan Formal

ü SD (SD Inpres No. 176388 Pagar Batu) : Tahun 1991-1996

ü SMP (SMP Negeri 2 Harn Boho) : Tahun 1996-2000

ü SMA (SMA Negeri 1 Pangururan) : Tahun 2000-2003


ü Kuliah (FKM USU) : Tahun 2003-sekarang

Pendidikan Non Formal

ü Pelatihan Pemantau Pilkada : tahun 2005

ü Seminar Sehari jurnalistik dan Fotografi dan sains : 2006

ü Seminar Gender :2006

ü Seminar HIV/AIDS 2006

ü Seminar mengenai Peran ASEAN di Indonesia :2006

Pengalaman Organisasi

ü Biro Aksi dan Pelayanan GMKI FKM USU Masa bakti2005-2006

ü Wakil sekretaris GMKI FKM USU Masa bakti 2006-2007

ü WasekJend Komunikasi Informasi Pemerintahan Mahasiswa FKM USU 2006-2007

ü Ketua GMKI FKM USU Masa Bakti 2007-2008

ü Anggota Komisi Pemilihan raya FKM USU tahun 2006

Pengalaman Ke Lapangan Kerja

Pemantau Pemilihan Kepala Daerah : 2005

Survior Higienis Kantin USU :2005

Surviyor SURKESDA tahun : 2007

Sebelum menelusuri banyaknya mimpi, bahwa saya bukan orang yang mudah menyerah dan patah semangat. Bagiku takut pada kegagalan adalah penyakit yang menggerogoti jiwa dan pikiran. Saya berusaha menghindari penyakit itu. Karena hidupku sempat menyerah dengan keadaan yang begitu parahnya. Atau bisa dikatakan hidup bagaikan bilur padi yang ditanam untuk dijadikan bibit. Hancur lebur seketika dan kemudian bertumbuh jadi bibit yang akan jadi padi kemudian berguna untuk menghidupi banyak manusia.

Jika menukik sedikit kelakang bahwa, Ketika semasa SMA saya telah melatih jasmani dan juga mentala untuk cita-citanya sebagai polisi. Rajin berolah raga melalui renang, karate, dan juga tak pernah alpa untuk lari pagi setiap paginya. Sehingga tak terasa begitu banyaknya keringat yang membasahi bumi telah tercucur demi mencari jawaban cita-cita sebagai polisi. Seiring itu juga waktu berjalan tak terasa pada awal awal bulan Mei tahun 2003 saya mencoba melamar sekolah Bintara polri dan mengikuti seluruh testnya sampai pada pengumuman dikoran. Mulai awal tes sampai pengumuman terakhir (dikoran) memakan waktu sekitar 2 bulan. Dan selama tes bukan hal yang gampang untuk menghadapinya, mulai dari kelengkapan administrasi sampai kekurangan-kekurangan fisik yang harus dibenahi. seperti halnya, gigi saya yang patah bagian depan harus ditambal dan juga kiloid yang sedikit menonjol pada bagian kaki dan pangkal legan kiri dan kanan. Juga kerepontan kedua orang tua saya yang begitu berniatan kuat bahwa saya harus jadi polisi. Sehingga kedua orang tua sayapun rela meminjam duit dari sana sini hingga duit terkumpul yang kemudian diberikan kepada deking.

Seiring waktu juga berjalan dalam mengikuti proses, pengumuman yang dinantikan pun telah tiba dengan hati bergetar dan berdebar-debar. Namun apa daya tes yang saya jalani masih jauh dari harapan. Kegagalan pun datang menerpa hidup saya yang masih lugu dengan teka-teki kehidupan ini. Khususnya permainan orang “dalam” pelamaran polisi, saya tidak tak tahu banyak tentang itu. Dan tanpa setahu saya, ternyata kedua orangtua saya telah berusaha sekeras mungkin untuk mencari pinjaman dari keluaga dikampung sampai kedua orang tua saya pun telah mengorbankan harga diri meminjam sana sini demi tercukupinya uang pelamaran sebagai pelicin kepada deking sebesar 60.000.000 (Enam puluh juta). Bilangan uang sebesar itu bukan hal gampang bagi kedua orang tua saya Karena penghasilan orang tua saya bukan datang dengan sendirinya seperti pengawai kantor yang enak duduk dikursi, tetapi harus membanting tulang dan berperas keringat demi mengumpulkan duit yang tak seberapa. Orang tua saya yang hidup dengan selisih harga di kota dengan di desa tempat Ia lahir. Dan sebaliknya mencari keuntungan melalui selisih harga barang-barang dagangan kebutuhan sehari-hari garga di desa dan dikota.

Perjuangan orang tua saya pantang mundur. Tidak berakhir pada kegagalan pertama dan mencoba untuk kedua kalinya. Segala kepahitan yang saya rasakan, rasanya tak dapat terlukiskan sebagai kesedihan yang susah untuk dipulihkan. Namun begitu setelah seluruh keluarga terhibur untuk dapat menerima kenyataaan, terbersit lagi keinginan bagi saya untuk melamar kembali. Dan mempersiapkan ini dan itu segala tetek bengek untuk keperluan seperti awalnya melamar polisi. Singkat cerita kedua kalinya juga gagal dan saya hampir putus asa dan juga putus rasa sebagai polisi. Namun ditopang dengan kegiatan yang berbeda saya pun bisa dengan tenang mengatur rencana yang lain yaitu jadi kuliah. Dan rencana saya awalnya kuliah di perguruan tinggi negeri. Selanjutnya saya bimbungan di BT/BS BIMA selama kurang lebih empat bulan yang kemudian mengikuti SPMB dan lulus di Fakultas kesehatan masyarakat tahun 2004.

Dengan bentukan yang begitu pahitlah saya sekarang jadi mahasiswa yang aktif di kampus alias aktivis yang juga dikenal oleh banyak mahasiswa lainnya dan juga dosen. Kontribusi di kampus sudah cukup banyak dan saya bangga pernah menjadi salah satu dari angkatannya yang pertama kalinya menulis di koran. Berbentuk opini. Tepatnya di koran lokal sumut pos. Salah satunya lagi adalah sahabat dekat saya Doni Sinaga yang juga sering sebagai partner saya berdiskusi dan berbagi pengalaman.

Dan saat ini sudah ada beberapa tulisan saya terbit di mading fakultas hingga dari situ saya banyak menuai pujian dan juga kritikan tentang tulisannya yang terkadang memaki-maki kalangan mahasiswa yang semakin menunjukkan keegoisannya dan juga kebobrokan beberapa dosen yang kian merajalela dan tidak mau tahu tentang mahasiswa nya yang kurang ajar.

Dengan tulisan yang demikian, membawa saya pada pencarian jati diri dan kepuasan tersendiri. Saat ini saya masih berkreatifitas dan terus memberi semangat yang setidaknya pada diri sendiri dan juga beberapa mahasiswa yang lainnya.

Hari ini saya berprinsip bahwa akal serta hati adalah kombinasi yang menjadi jalan menuju kesempurnaan sebagai umat manusia dimanapun saya berada dan berjuang menjadi orang yang puritan dan berkontribusi bagi orang lain melalui apa yang saya miliki. Tuhan memberkati.

Ut omnes unum sint... syalom!!!

Tidak ada komentar: