Sabtu, 13 September 2008

CATATAN HARIAN

Pengalaman Hidup Yang Tak Terlupakan
Oleh Jariston Habeahan
Ada banyak hal yang tidak bisa ditebak dalam hidup ini. walaupun mengandalkan apa saja yang ada pada diri sendiri. Mungkin secara manusia, ada banyak hal yang menjadi pergumulan hidup. namun yang pasti pemikiran, rasa dan terutama keyakinan sangat menentukan tentang segala hal yang dihadapai dalam hidup ini. pahit manis atau apa saja. Sebab tidaklah seimbang rasanya, bilamana hidup ini hanya rasa yang manis saja. Namun adakalanya merasakan yang pahit juga. Begitu seterusnya.
Sekedar hanya membuka tabir pemikiran, bahwa hidup manis dan pahit adalah merupakan realita. Tak bisa dipungkiri dan tak bisa ditebak apa bila sudah kehendak Tuhan. Atau mungkin sering orang mengatakan hukum yang tak terelakkan dalam kedatangnnya.
Sekiranya mungkin saya tidak merasakan yang pahit saat itu (25 April 2006 pukul 22.00 WIB.). saya tidak akan mencurahkan isi pikiran saya tentang hal ini. bahwa ketika itu saya dan kawan segerakan yaitu pengurus Komisariat (PK) lagi asik membahas laporan pertanggung jawaban salah satu program Aksi dan pelayanan, yaitu kunjungan desa yang diadakan disondi raya, pematang raya. Tak terasa sore sudah berganti jadi malam. Malampun semakin terasa tak bersahabat. Karena hujan datang yang begitu deras dan sangat menggangu ketenangan kami dalam proses LPJ. Selain itu juga lampu listrik mati sesaat, namun sebentar lagi ternyata hidup, kamipun bisa melanjutkan kegiatan kami.
Namun ada hal yang tak selalu kami duga, seorang dari antara kami musti pulang kerumah, namanya Sonti karena hari sudah menjelang tengah malam lagipula dia sudah dihubungi supaya cepat pulang kerumah.
Kemudian, seorang dari kami bilang, supaya saya mengantarkan dia kerumahnya. Saya sebenarnya merasa berat untuk mengantar dia. Saat itu saya masih sempat menolak dan saya menyuruh kawan yang lain untuk mengantarkannya. Tapi kawan yang saya tawarin malah menyuruh balik untuk aku antarkan, akhirnya saya mau untuk mengantar, meskipun hujan kami tetap menerobos. Dengan tidak banyak alasan lagi saya langsung menerima kunci sepeda motor itu dan membocengnya. Setelah tiba dipersimpangan jalan, yang mana angkot sudah lewat dari jalan tersebut, saya mencoba kembali untuk untuk bilang supaya dia naik angkot saja. Karena lebih aman dan juga tidak diguyur hujan kalau misalnya naik sepeda motor. Namun dia tetap ngotot untuk tetap naik sepeda motor. Aku tak tahu apa yang terpikir dalam benaknya. Ya..sudahlah saya pikir begitu. Dan dengan berat hati, saya suruh dia yang bawa keretanya, disamping itu juga saya belum paham jalan kerumahnya. Karena itu juga saya melihat jalan menuju rumahnya, dan menandai darimana keluar untuk berharap dari situ nanti masuk lagi.
Setalah nyampe didepan rumahnya saya langsung tancap gas untuk tempat kami LPJ tadi. Saat itu hujan masih turun dengan derasnya, yang memacu emosi membawa sepeda motor makin cepat. Dan setelah ditengah perjalanan ternyata apa yang saya bayangkan ternyata berbeda. Karena jalan yang saya bayangkan untuk pulang ternyata searah. Tanpa lihat tanda lalulintas sayapun menerobos jalan yang searah, tanpa merasa bahwa jalan yang saya jalani sudah salah. Dan kebetulan sampai perjalanan seratus meter jalan masih kosong yang akhirnya terasa plong untuk tancap gas.
Tapi Tiba-tiba mobil datang begitu banyak. Karena jalan searah jalan saya tidak bisa mengelak lagi. Saat itu, kalau saya ingat mobil ada berhenti dipinggir jalan sebelah kiri. Dan sekiranya tidak hujan dan jalan tidak licin, kemungkinan besar saya masih bisa mengerem sepeda motor yang saya kendarai untuk berhenti. Namun kenyataannya tidak. Karena cuaca yang tidak bersahabat saat itu, saya tak dapat mengontrol lagi, saya terjatuh ke aspal bersama sepeda motor dan hampir manabrak mobil yang didepan. Dan ternyata mobil yang didepan saya, berhenti karena penumpangnya ada yang mau masuk yaitu bapak-bapak yang mengendong anaknya, yang baru saja keluar dari masjid yang ketika itu hampir saya tabrak. Saat itu kitra-kira menunjukkan pukul 10. 00 malam. Merekapun beringas dan marah sekali dengan saya yang membuat mereka terkejut dan spontan menggebuki saya ramai-ramai.
Dalam pikiran saya saat itu, saya sadar bahwa saya salah sehingga saya pikir jika saya melawan berarti saya salah makanya saya lebih baik mengalah saja. Setelah beberapa saat ada introgasi dari beberapa orang akhirnya saya diperbolehkan untuk menjemput STNK kereta dan pemilik kereta. Pada akhirnya ada tawar menawar yang mengahasilkan ”damai semu” diantara kedua belah pihak. Saya katakan semu karena saya pikir ada ketidak adilan saat itu yang tidak bisa saya terima. Namun biarlah itu berlalu, sesungguhnya yang baru telah tiba. Itu hanya kenangan beberapa tahun yang lalu. Bahwa hidup mesti ada goresan, yaitu goresan yang sengaja kita torehkan ataupun tidak sengaja kita buat itu adalah bagaian dari kehidupan yang terus menerus. Tinggal kita bagaimana untuk bangkit kembali di saat hidup menjadi pahit dan menggetarkan?

Tidak ada komentar: